= Welcome My Blog =
Hai, selamat datang di blog saya,
enjoy my blog
have fun :)
enjoy my blog
have fun :)
= Mengenai Saya =
Blog Archive
-
▼
2017
(6)
- ▼ 05/07 - 05/14 (3)
- ► 04/02 - 04/09 (2)
- ► 03/19 - 03/26 (1)
-
►
2016
(8)
- ► 11/27 - 12/04 (1)
- ► 10/16 - 10/23 (1)
- ► 04/17 - 04/24 (2)
- ► 04/03 - 04/10 (1)
- ► 03/06 - 03/13 (1)
- ► 01/17 - 01/24 (2)
-
►
2015
(24)
- ► 11/22 - 11/29 (1)
- ► 10/18 - 10/25 (1)
- ► 05/31 - 06/07 (5)
- ► 04/26 - 05/03 (5)
- ► 04/12 - 04/19 (3)
- ► 03/22 - 03/29 (3)
- ► 03/08 - 03/15 (1)
- ► 01/18 - 01/25 (5)
-
►
2014
(19)
- ► 12/21 - 12/28 (7)
- ► 11/23 - 11/30 (2)
- ► 11/09 - 11/16 (2)
- ► 10/12 - 10/19 (1)
- ► 10/05 - 10/12 (1)
- ► 09/28 - 10/05 (1)
- ► 04/27 - 05/04 (1)
- ► 04/13 - 04/20 (1)
- ► 04/06 - 04/13 (1)
- ► 03/23 - 03/30 (1)
- ► 03/16 - 03/23 (1)
-
►
2013
(2)
- ► 12/01 - 12/08 (1)
- ► 10/27 - 11/03 (1)
Popular Posts
-
GADGET SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA Gadget memang erat dengan kehidupan sehari-hari. Gadget sekarang sudah menjadi kebutuhan yang tak b...
-
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN BUDAYA 1. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN BUDAYA Sebagai masyarakat Indonesia, setiap manu...
-
Hai guys, kali ini saya mau kasih info tentang keindahan di kota seoul (korea selatan) selain terkenal dengan musik K-pop, korea juga...
-
Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua ...
-
Judul buku : Penelitian Ilmiah dan Martabat Manusia Penulis : Reza A. A. Wattimena Penerbit : evolitera Tahun Terbit: 2011 ...
-
Definisi Peraturan dan Regulasi Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga dalam rangka mencapai s...
-
BUDAYA DENGAN SASTRA Ilmu Budaya Dasar (yang dahulu di sebut sebagai Basic Humanities) berasal dari bahasa latin yang di sebut dengan “hu...
-
Kelebihan Windows 10 Perusahaan penguasa terbesar dunia, dibidang sistem operasi komputer tersebut, akan bersiap-siap meluncurk...
-
Disini saya akan menjelaskan Pengertian Deduktif dan Induktif Deduktif adalah sebuah paragraf yang kalimat utamanya berada di awal para...
-
Manfaat Teknologi Dalam Kehidupan Manusia – Teknologi sebenarnya sejak dulu sudah ada. Pada dasarnya teknologi diciptakan untuk...
Blog Archive
-
▼
2017
(6)
- ▼ 05/07 - 05/14 (3)
- ► 04/02 - 04/09 (2)
- ► 03/19 - 03/26 (1)
-
►
2016
(8)
- ► 11/27 - 12/04 (1)
- ► 10/16 - 10/23 (1)
- ► 04/17 - 04/24 (2)
- ► 04/03 - 04/10 (1)
- ► 03/06 - 03/13 (1)
- ► 01/17 - 01/24 (2)
-
►
2015
(24)
- ► 11/22 - 11/29 (1)
- ► 10/18 - 10/25 (1)
- ► 05/31 - 06/07 (5)
- ► 04/26 - 05/03 (5)
- ► 04/12 - 04/19 (3)
- ► 03/22 - 03/29 (3)
- ► 03/08 - 03/15 (1)
- ► 01/18 - 01/25 (5)
-
►
2014
(19)
- ► 12/21 - 12/28 (7)
- ► 11/23 - 11/30 (2)
- ► 11/09 - 11/16 (2)
- ► 10/12 - 10/19 (1)
- ► 10/05 - 10/12 (1)
- ► 09/28 - 10/05 (1)
- ► 04/27 - 05/04 (1)
- ► 04/13 - 04/20 (1)
- ► 04/06 - 04/13 (1)
- ► 03/23 - 03/30 (1)
- ► 03/16 - 03/23 (1)
-
►
2013
(2)
- ► 12/01 - 12/08 (1)
- ► 10/27 - 11/03 (1)
My Blog List
www.gunadarma.ac.id. Diberdayakan oleh Blogger.
Minggu, 07 Mei 2017
Ketentuan Umum
Pada undang-undang no 36 tentang
telekomunikasi, terdapat pada BAB I dan Pasal 1. Pada bagian ini terdapat
pengertian mengenai telekomunikasi, telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi
melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik
Iainnya.(ayat1)
Pada bagian ini juga dijelaskan mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan telekomunikasi seperti alat
telekomunikasi, perangkat telekomunikasi, serta sarana dan prasarana
telekomunikasi. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pemancar
radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan
memancarkan gelombang radio.Dalam telekomunikasi dibutuhkan
jaringan telekomunikasi yaitu rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.(ayat 2-5)
Untuk dapat melakukan telekomunikasi dengan
baik dan lancar maka dibutuhkan beberapa pihak, dalam undang-undang ini
dijelaskan pihak-pihak tersebut yaitu jasa telekomunikasi; penyelenggara
telekomunikasi yang dapat terdiri dari perseorangan, koperasi, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi
pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara; pelanggan;pemakai;
pengguna(ayat7-11); serta menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.(ayat 17).
Azas
dan Tujuan Telekomunikasi
Hal
ini diatur dalam undang-undang no 36 BAB II pada pasal 2 dan pasal 3.
Untuk azas telekomunikasi diatur di pasal 2 sedangkan untuk tujuan
telekomunikasi diatur di pasal 3.
Pasal
2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan
asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan
kepercayaan pada diri sendiri.
Asas manfaat berarti bahwa
pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih
berdaya guna dan berhasil guna. Asas adil dan merata adalah
bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang
sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil- hasilnya dinikmati oleh
masyarakat secara adil dan merata. Asas kepastian hukum berarti
bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus
didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum
dan memberikan perlindungan hukum. Asas kepercayaan pada diri sendiri,
dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional
secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan
kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi
persaingan global. Asas kemitraan mengandung makna bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis,
timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Asas
keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu
memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan
pengoperasiannya. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan
telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran,
kesusilaan, dan keterbukaan.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan
untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan
kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan
Telekomunikasi
Hal
ini diatur dalam undang-undang no 36 pada BAB IV pada pasal7, pasal 8, dan
pasal 9.
Pasal 7 : Pada pasal ini menjelasakan
mengenai penyelenggaraan telekomunikasi secara umum. Penyelenggaraan
telekomunikasi meliputi : penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi; penyelenggaraan jasa telekomunikasi; penyelenggaraan
telekomunikasi khusus. Adapula yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
telekomunikasi seperti melindungi kepentingan dan keamanan
negara; mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan
global; dilakukan secara profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan; peran serta masyarakat.
Pasal 8 & 9: Pada pasal ini menjelaskan
tentang penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh badan hukum yang
didirikan oleh peraturan perundang-undangan seperti BUMN, BUMD, dll dapat
menyelenggarakan jasa telekomunikasi. Pada pasal ini juga dijelaskan
mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus yang dapat dilakukan oleh perseoranga, instansi
pemerintah, badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan
atau penyelenggara jasa telekomunikasi. Penyelenggara telekomunikasi
khusus dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk : keperluan
sendiri, keperluan pertahanan keamanan negara, keperluan
penyiaran. Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Penyidikan
Hal
ini diatur dalam undang-undang no 36 BAB V pada Pasal 44 yaitu
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen
yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
Iaporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan .
i. mengadakan penghentian penyidik
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan .
i. mengadakan penghentian penyidik
(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diiaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum
Acara Pidana
Sanksi
Administrasi
Hal ini diatur dalam undang-undang no 36 BAB
VI pada pasal 45 & 46. Ada dua belas ketentuan dalam undang-undang
ini yang dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, yang
dilakukan setelah diberi peringatan tertulis(pasal46). Pengenaan sanksi
adminsitrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam
rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi. Keduabelas
alasan yang dapat dikenai sanksi administratif itu adalah terhadap:(pasal 45)
- setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi yang tidak memberikan kontribusi dalam pelayanan
- penyelenggara
telekomunikasi tidak memberikan catatan atau rekaman yang diperlukan
pengguna;
- penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang tidak menjamin kebebasan penggunanya memilih
jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunkasi;
- penyelenggara
telekomunikasi yang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan,
keamanan, atau ketertiban umum;
- penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang tidak menyediakan interkoneksi apabila
diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya;
- penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang
tidak membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari
prosesntase pendapatan;
- penyelenggara
telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dan keperluan pertahanan
keamanan negara yang menyambungkan telekomunikasinya ke jaringan
penyelenggara telekomunikasi lainnya;
- penyelenggara
telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran yang menyambungkan
telekomunikasinya ke penyelenggara telekomunikasi lainnya tetapi tidak
digunakan untuk keperluan penyiaran;
- pengguna
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak mendapat izin dari
Pemerintah;
- pengguna
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan yang saling menggaggu.
-
pengguna spektrum frekuensi radio yang tidak membayar biaya penggunaan
frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita
frekuensi;
- pengguna
orbit satelit yang tidak membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
Ketentuan Pidana
Hal ini diatur dalam undang-undang no 36 BAB
VII pada pasal 47-59.
Pasal
47
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
Pasal
48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal
50
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal
51
Penyelenggara komunikasi khusus yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal
52
Barang siapa
memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
53
(1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana
dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2)
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
Pasal
55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
56
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun.
Pasal
57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang
digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal
48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal
55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
Sumber
1.
Ketentuan
Hukum
Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”.
Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi
penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki
masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis
karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup
puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari,
balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar,
patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak
kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan
intelektual lainnya (seperti, paten yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).
2.
Lingkup
Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak Cipta pasal 2-28 :
Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak Cipta pasal 2-28 :
Ø Ciptaan yang dilindungi (pasal 12),
Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out)
karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah,
kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang
dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik
dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan,
dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan,
arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Ø Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta
(pasal 13), hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase atau keputusan
badan-badan sejenis lainnya.
Ø Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
1)
Dalam Undang-undang ini ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang
mencakup :
Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
a.
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang
sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan.
b.
Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks.
c.
Drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.
d.
Seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta, seni batik.
e.
Fotografi
dan Sinematografi.
f.
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
data base, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
2)
Ciptaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan
tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
3)
Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan
yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan
yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”
Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
4. Pembatasan Hak Cipta
Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
4. Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan mengenai hak cipta diatur
dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan
jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial
termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan
ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam
hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati
manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah
pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan
bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman
sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan
mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan
nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta)
program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang
dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
5. Prosedur Pendaftaran HAKI
5. Prosedur Pendaftaran HAKI
Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak cipta diselenggarakan
oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang kini
berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik
hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI.
Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).
Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di
kantor maupun situs web Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang
mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat
oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI
diatur dalam bab 4, pasal 35-44.
Sumber
Definisi Peraturan dan Regulasi
Peraturan adalah sesuatu yang
disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga dalam
rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau
masyarakat dengan aturan atau
pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai
bentuk, misalnya: pembatasan
hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan
diri oleh suatu industri
seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya
norma), co-regulasi dan
pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam
tindakan perilaku misalnya
menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Perbandingan Cyberlaw
Cyber Law merupakan seperangkat
aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu
hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut. Jadi,setiap negara mempunyai
cyberlaw tersendiri.
Berikut ini penjelasan beberapa
cyberlaw yang ada di beberapa negara lain, yaitu :
1.
Cyberlaw
di Indonesia
CyberLaw di Indonesia sudah mulai di
rintis sebelum tahun 1999. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan
undang-undang mengenai cyberlaw tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke
yang lebih spesifik. “Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana dengan
baik”. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait
dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan
komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan
internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI,
penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan
karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga
ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini
pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan
akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
2.
Cyberlaw
di Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di
Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah
ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital
copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
3.
Cyberlaw
di Amerika Serikat
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur
transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA).
UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika
Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State
Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian,
Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum
mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara
bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan
keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak
elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya
mengenai :
Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
4.
Cyberlaw
di Singapura
The Electronic Transactions
Act (ETA) Singapura memiliki cyberlaw yaitu The Electronic Transactions Act
yang telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang
undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang
memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat
peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
ETA
dibuat dengan tujuan :
- Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip
elektronik yang dapat dipercaya.
- Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan
penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan
persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan
menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
- Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang
dokumen pemerintah dan perusahaan menurut undang-undang, dan untuk
mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor pemerintah atas bantuan
arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama
(double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan
penipuan dalam perdagangan elektronik, dan lain – lain.
- Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan
mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
- Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan
dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui
penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan
integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi
dari ETA mencakup hal – hal berikut ini :
1.
Kontrak Elektronik
Kontrak
elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar
dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian
hukum.
2.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur
mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa
jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
3.
Tandatangan dan Arsip elektronik
Bagaimanapun hukum memerlukan
arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak
semua hal/bukti dapat berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Singapore. Langkah yang diambil oleh Singapore untuk membuat ETA
inilah yang mungkin menjadi pendukung majunya bisnis e-commerce di Singapore
dan terlihat jelas alasan mengapa di Indonesia bisnis e-commerce tidak
berkembang karena belum adanya suatu kekuatan hukum yang dapat meyakinkan
masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia aman seperi di negara
Singapore.
5.
Cyberlaw di Malaysia
Lima
cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh
parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan
dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan
tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997
menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang
tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman
untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan
berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui
menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
6. Council
of Europe Convension of Crime Cyber Crime
Merupakan salah satu contoh
organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk
meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada
tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah
menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty
Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah
diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang
dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi
mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
·
Bahwa masyarakat internasional menyadari
perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber
dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan
pengembangan teknologi informasi. Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam
penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan
kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses
penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui
suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
·
Saat ini sudah semakin nyata adanya
kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum
dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan
Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak
Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti
hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan
menyebarkan informasi/pendapat.
·
Konvensi ini telah disepakati oleh
masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh Negara
manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan instrument
Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi
kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam
pengembangan teknologi informasi.
Sumber
Langganan:
Postingan (Atom)